Minggu, 11 April 2010 12:29
Minggu, 11 April 2010 12:29
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Pada saat ini dan beberapa posting mendatang, kami akan mengangkat
pembahasan yang mudah-mudahan bermanfaat yaitu seputar makanan yang
haram di dalam al Qur'an. Kenapa di sini yang dibahas adalah makanan
yang haram bukan yang halal? Karena para ulama membuat kaedah: "
Al ashlu fil asy-yaa' al hillu wa laa yahrumu illa maa harromahullahu wa rosuluhu"
(Hukum asal segala sesuatu adalah halal dan sesuatu tidak diharamkan
kecuali jika Allah dan Rasul-Nya mengharamkannya). Inilah kaedah yang
berlaku untuk masalah makanan. Dari sini berarti kita cukup membahas
yang makanan yang haram saja, maka sisanya itu halal karena itu adalah
hukum asalnya.
Lalu mengapa kita mengutarakan masalah makanan yang haram ini di
tengah-tengah pembaca sekalian? Karena memang pembahasan ini teramat
penting terutama dalam masalah dikabulkan atau tidaknya do'a. Jika
seseorang mengkonsumsi yang haram, akibatnya adalah doanya sulit
terkabul. Sebagaimana hal ini dapat kita lihat dalam hadits Abu Hurairah
berikut ini,
« أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ
اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ (
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ
الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى
السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ
لِذَلِكَ ».
“
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak
akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang
diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul!
Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga
berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang
baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan
kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan
tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak
yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu
mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai
Tuhanku." Padahal, makanannya
dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang
haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah
Allah akan memperkenankan do'anya?." (HR. Muslim no. 1015)
Selanjutnya kita akan melihat apa saja makanan atau hewan yang
diharamkan dalam Al Qur’an Al Karim. Baru setelah itu kita akan membahas
hewan-hewan yang lainnya yang diharamkan dalam beberapa hadits.
Allahumma yassir wa a’in.
Tinjauan Ayat
Di antara ayat yang menyebutkan makanan atau hewan yang diharamkan adalah firman Allah
Ta’ala,
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ
لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ
وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا
ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah: 3)
Dari ayat di atas, kita dapat merinci makanan yang diharamkan adalah sebagai berikut.
Pertama: Bangkai (Al Maitah)
Bangkai (
al maitah) adalah setiap hewan yang matinya tidak wajar, tanpa lewat penyembelihan yang syar’i. Contohnya adalah:
- Al munkhoniqoh: hewan yang mati dalam keadaan tercekik.
- Al mawquudzah: hewan yang mati karena dipukul dengan tongkat atau selainnya.
- Al mutaroddiyah: hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
- An nathiihah: hewan yang mati karena ditanduk.
- Hewan yang diterkam binatang buas.
Jika hewan-hewan di atas ini masih didapati dalam keadaan bernyawa,
lalu disembelih dengan cara yang syar’i, maka hewan tersebut menjadi
halal karena Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”
Yang termasuk bangkai adalah segala sesuatu yang terpotong dari hewan
yang masih hidup. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهِيَ مَيْتَةٌ
“
Apa yang dipotong dari binatang dalam keadaan hidup, maka sesuatu tersebut adalah bangkai.”
(HR. Abu Daud no. 2858, At Tirmidzi no. 1480, Ibnu Majah no. 3216,
Ahmad 5/218. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat
Shohihul Jaami’ no. 5652)
Namun ada dua bangkai yang dikecualikan keharamannya, artinya bangkai
tersebut halal yaitu bangkai ikan dan bangkai belalang. Hal ini
berdasarkan hadits Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُحِلَّتْ
لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ
وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“
Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai
tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah
hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3218. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
Kedua: Darah yang mengalir
Pengharaman hal ini berdasarkan Surat Al Maidah ayat 3 di atas.
Adapun darah yang jumlahnya sedikit semacam darah yang masih menempel di
urat daging sembelihan dan sulit dibersihkan, maka itu dimaafkan.
Ketiga: Daging babi
Selain pengharamannya dalam surat Al Maidah ayat 3 di atas, Allah Ta’ala juga berfirman,
قُلْ لَا
أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ
إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ
فَإِنَّهُ رِجْسٌ ...
“
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145)
Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan, “Yang diharamkan dari babi
adalah seluruh bagian babi. Sedangkan di sini disebutkan dagingnya saja
karena biasanya yang dimakan adalah dagingnya.”
[1]
Keempat: Hewan yang disembelih atas nama selain Allah
Dalil pengharamannya selain surat Al Maidah ayat 3 di atas, Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut
nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam
itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al An’am: 121)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang muslim untuk memakan hasil
sembelihan orang musyrik, majusi atau orang yang murtad (non ahli
kitab). Sedangkan untuk hasil sembelihan ahli kitab (yaitu Yahudi dan
Nashrani) itu dibolehkan untuk dimakan
selama tidak diketahui jika ia menyebut nama selain Allah. Landasan dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
“
Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu.”
(QS. Al Maidah: 5). Yang dimaksud dengan makanan dalam ayat di sini
adalah hasil sembelihan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani). Hal ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id
bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan, Makhul, Ibrohim An Nakhoi, As
Sudi, dan Muqotil bin Hayyan.
[2]
Bagaimana dengan hewan yang diimpor dari negara non muslim?
Kami dapat merinci hal ini sebagai berikut:
- Jika yang diimpor adalah hewan laut semacam ikan, maka itu
halal untuk dimakan. Karena ikan itu dihalalkan meskipun mati tanpa
melalui penyembelihan yang syar’i, terserah yang menjaring ikan
tersebut muslim atau non muslim.
- Jika yang diimpor adalah hewan daratan yang halal untuk dimakan
(semacam unta, sapi, kambing dan burung) dan berasal dari negeri
selain Ahli Kitab (seperti Majusi dan penyembah berhala), maka
hewan tersebut jadi terlarang untuk dimakan.
- Jika yang diimpor adalah hewan yang berasal dari negeri ahli
kitab (Yahudi dan Nashrani), maka boleh dimakan asalkan memenuhi
dua syarat: [1] Tidak diketahui jika mereka menyebut nama selain
Allah ketika menyembelih (seperti menyebut salib atau nama Isa bin
Maryam), dan [2] Tidak diketahui mereka mereka menyembelih dengan
penyembelihan yang tidak syar’i.
Kaedah yang mesti diperhatikan dalam masalah hewan sembelihan: “
Segala
hewan sesembelihan yang berasal dari orang yang sah untuk menyembelih
(muslim dan ahli kitab), maka hukum asalnya adalah selamat sampai ada
dalil yang menunjukkan bahwa hewan tersebut terlarang untuk dikonsumsi.”
Penerapan kaedah ini:
- Jika ada daging sembelihan yang berasal dari orang yang mengaku
muslim, maka kita tidak perlu mencari tahu apakah hewan ini
disembelih dengan cara yang syar’i atau tidak, apakah orang yang
menyembelih tadi melaksanakan shalat atau tidak. Alasannya, karena
seorang muslim adalah orang yang berhak untuk menyembelih hewan
tadi. Selama itu datang darinya, maka kita hukumi halal sampai ada
indikasi yang menunjukkan bahwa hasil sembelihan tersebut haram
untuk dimakan -mungkin- karena cara menyembelihnya jelas-jelas
tidak syar’i atau orang yang menyembelih tidak shalat. Menurut
pendapat terkuat, orang yang tidak pernah shalat sama sekali
dihukumi kafir sehingga sembelihannya haram untuk dimakan.
- Begitu pula jika daging sembelihan tersebut berasal dari orang
Nashrani atau Yahudi (Ahlu Kitab). Selama itu berasal dari mereka,
kita hukumi halal sampai ada indikasi yang menunjukkan bahwa
sembelihan tersebut adalah hasil penyembelihan yang tidak syar’i,
mungkin karena ia jelas-jelas menyebut nama selain Allah ketika
menyembelihnya. [3]
Kelima: Hewan yang disembelih untuk selain Allah
Seperti disembelih untuk berhala, qubur, dan orang yang sudah mati
seperti ditujukan pada Said Al Badawi. Hal ini diharamkan sebagaimana
disebutkan dalam surat Al Maidah ayat 3 di atas.
Nantikan pembahasan selanjutnya mengenai dalil diharamkannya anjing.
Hal ini perlu dibahas karena sebagian orang masih meragukan
keharamannya. Semoga Allah mudahkan.
Semoga Allah memberi taufik.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel
www.rumaysho.com
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Pada saat ini dan beberapa posting mendatang, kami akan mengangkat
pembahasan yang mudah-mudahan bermanfaat yaitu seputar makanan yang
haram di dalam al Qur'an. Kenapa di sini yang dibahas adalah makanan
yang haram bukan yang halal? Karena para ulama membuat kaedah: "
Al ashlu fil asy-yaa' al hillu wa laa yahrumu illa maa harromahullahu wa rosuluhu"
(Hukum asal segala sesuatu adalah halal dan sesuatu tidak diharamkan
kecuali jika Allah dan Rasul-Nya mengharamkannya). Inilah kaedah yang
berlaku untuk masalah makanan. Dari sini berarti kita cukup membahas
yang makanan yang haram saja, maka sisanya itu halal karena itu adalah
hukum asalnya.
Lalu mengapa kita mengutarakan masalah makanan yang haram ini di
tengah-tengah pembaca sekalian? Karena memang pembahasan ini teramat
penting terutama dalam masalah dikabulkan atau tidaknya do'a. Jika
seseorang mengkonsumsi yang haram, akibatnya adalah doanya sulit
terkabul. Sebagaimana hal ini dapat kita lihat dalam hadits Abu Hurairah
berikut ini,
« أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ
اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ (
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ
الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى
السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ
لِذَلِكَ ».
“
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak
akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang
diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul!
Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga
berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang
baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan
kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan
tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak
yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu
mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai
Tuhanku." Padahal, makanannya
dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang
haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah
Allah akan memperkenankan do'anya?." (HR. Muslim no. 1015)
Selanjutnya kita akan melihat apa saja makanan atau hewan yang
diharamkan dalam Al Qur’an Al Karim. Baru setelah itu kita akan membahas
hewan-hewan yang lainnya yang diharamkan dalam beberapa hadits.
Allahumma yassir wa a’in.
Tinjauan Ayat
Di antara ayat yang menyebutkan makanan atau hewan yang diharamkan adalah firman Allah
Ta’ala,
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ
لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ
وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا
ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah: 3)
Dari ayat di atas, kita dapat merinci makanan yang diharamkan adalah sebagai berikut.
Pertama: Bangkai (Al Maitah)
Bangkai (
al maitah) adalah setiap hewan yang matinya tidak wajar, tanpa lewat penyembelihan yang syar’i. Contohnya adalah:
- Al munkhoniqoh: hewan yang mati dalam keadaan tercekik.
- Al mawquudzah: hewan yang mati karena dipukul dengan tongkat atau selainnya.
- Al mutaroddiyah: hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
- An nathiihah: hewan yang mati karena ditanduk.
- Hewan yang diterkam binatang buas.
Jika hewan-hewan di atas ini masih didapati dalam keadaan bernyawa,
lalu disembelih dengan cara yang syar’i, maka hewan tersebut menjadi
halal karena Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”
Yang termasuk bangkai adalah segala sesuatu yang terpotong dari hewan
yang masih hidup. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهِيَ مَيْتَةٌ
“
Apa yang dipotong dari binatang dalam keadaan hidup, maka sesuatu tersebut adalah bangkai.”
(HR. Abu Daud no. 2858, At Tirmidzi no. 1480, Ibnu Majah no. 3216,
Ahmad 5/218. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat
Shohihul Jaami’ no. 5652)
Namun ada dua bangkai yang dikecualikan keharamannya, artinya bangkai
tersebut halal yaitu bangkai ikan dan bangkai belalang. Hal ini
berdasarkan hadits Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُحِلَّتْ
لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ
وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“
Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai
tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah
hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3218. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
Kedua: Darah yang mengalir
Pengharaman hal ini berdasarkan Surat Al Maidah ayat 3 di atas.
Adapun darah yang jumlahnya sedikit semacam darah yang masih menempel di
urat daging sembelihan dan sulit dibersihkan, maka itu dimaafkan.
Ketiga: Daging babi
Selain pengharamannya dalam surat Al Maidah ayat 3 di atas, Allah Ta’ala juga berfirman,
قُلْ لَا
أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ
إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ
فَإِنَّهُ رِجْسٌ ...
“
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145)
Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan, “Yang diharamkan dari babi
adalah seluruh bagian babi. Sedangkan di sini disebutkan dagingnya saja
karena biasanya yang dimakan adalah dagingnya.”
[1]
Keempat: Hewan yang disembelih atas nama selain Allah
Dalil pengharamannya selain surat Al Maidah ayat 3 di atas, Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut
nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam
itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al An’am: 121)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang muslim untuk memakan hasil
sembelihan orang musyrik, majusi atau orang yang murtad (non ahli
kitab). Sedangkan untuk hasil sembelihan ahli kitab (yaitu Yahudi dan
Nashrani) itu dibolehkan untuk dimakan
selama tidak diketahui jika ia menyebut nama selain Allah. Landasan dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
“
Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu.”
(QS. Al Maidah: 5). Yang dimaksud dengan makanan dalam ayat di sini
adalah hasil sembelihan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani). Hal ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id
bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan, Makhul, Ibrohim An Nakhoi, As
Sudi, dan Muqotil bin Hayyan.
[2]
Bagaimana dengan hewan yang diimpor dari negara non muslim?
Kami dapat merinci hal ini sebagai berikut:
- Jika yang diimpor adalah hewan laut semacam ikan, maka itu
halal untuk dimakan. Karena ikan itu dihalalkan meskipun mati tanpa
melalui penyembelihan yang syar’i, terserah yang menjaring ikan
tersebut muslim atau non muslim.
- Jika yang diimpor adalah hewan daratan yang halal untuk dimakan
(semacam unta, sapi, kambing dan burung) dan berasal dari negeri
selain Ahli Kitab (seperti Majusi dan penyembah berhala), maka
hewan tersebut jadi terlarang untuk dimakan.
- Jika yang diimpor adalah hewan yang berasal dari negeri ahli
kitab (Yahudi dan Nashrani), maka boleh dimakan asalkan memenuhi
dua syarat: [1] Tidak diketahui jika mereka menyebut nama selain
Allah ketika menyembelih (seperti menyebut salib atau nama Isa bin
Maryam), dan [2] Tidak diketahui mereka mereka menyembelih dengan
penyembelihan yang tidak syar’i.
Kaedah yang mesti diperhatikan dalam masalah hewan sembelihan: “
Segala
hewan sesembelihan yang berasal dari orang yang sah untuk menyembelih
(muslim dan ahli kitab), maka hukum asalnya adalah selamat sampai ada
dalil yang menunjukkan bahwa hewan tersebut terlarang untuk dikonsumsi.”
Penerapan kaedah ini:
- Jika ada daging sembelihan yang berasal dari orang yang mengaku
muslim, maka kita tidak perlu mencari tahu apakah hewan ini
disembelih dengan cara yang syar’i atau tidak, apakah orang yang
menyembelih tadi melaksanakan shalat atau tidak. Alasannya, karena
seorang muslim adalah orang yang berhak untuk menyembelih hewan
tadi. Selama itu datang darinya, maka kita hukumi halal sampai ada
indikasi yang menunjukkan bahwa hasil sembelihan tersebut haram
untuk dimakan -mungkin- karena cara menyembelihnya jelas-jelas
tidak syar’i atau orang yang menyembelih tidak shalat. Menurut
pendapat terkuat, orang yang tidak pernah shalat sama sekali
dihukumi kafir sehingga sembelihannya haram untuk dimakan.
- Begitu pula jika daging sembelihan tersebut berasal dari orang
Nashrani atau Yahudi (Ahlu Kitab). Selama itu berasal dari mereka,
kita hukumi halal sampai ada indikasi yang menunjukkan bahwa
sembelihan tersebut adalah hasil penyembelihan yang tidak syar’i,
mungkin karena ia jelas-jelas menyebut nama selain Allah ketika
menyembelihnya. [3]
Kelima: Hewan yang disembelih untuk selain Allah
Seperti disembelih untuk berhala, qubur, dan orang yang sudah mati
seperti ditujukan pada Said Al Badawi. Hal ini diharamkan sebagaimana
disebutkan dalam surat Al Maidah ayat 3 di atas.
Nantikan pembahasan selanjutnya mengenai dalil diharamkannya anjing.
Hal ini perlu dibahas karena sebagian orang masih meragukan
keharamannya. Semoga Allah mudahkan.
Semoga Allah memberi taufik.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel
www.rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar